Rabu, 10 April 2013

Mengingat Kematian


Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karena itu di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, dan pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian. Janganlah ada yang menyangka bahwa pendek angan-angan akan menghambat pemakmuran dunia. Persoalannya tidak demikian, bahkan memakmurkan dunia disertai pendek angan-angan justeru akan lebih dekat kepada ibadah, jika bukan ibadah yang murni.
Rasulullah saw bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR Tirmidzi)
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendangarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit dan manusiapun melalaikannya.
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al-Anbiya 1)
Orang yang tenggelam dengan dunia, gandrung kepada tipu-dayanya dan mencintai syahwatnya tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian; ia tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tak suka dan menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah 8)
Kemudian manusia ada yang tenggelam ke dalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang arif.
Pertama: adapun orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia tidak mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat semata-mata untuk menyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya, mengingat kematian hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah.
Kedua: Adapun orang yang bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan kadang-kadang tidak menyukai kematian karena takut disergap sebelum terwujud kesempurnaan taubat dan memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia dimaafkan dan tidak tergolong ke dalam sabda Nabi saw:
مَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah membenci pertemuan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena sesungguhnya ia tidak membenci kematian dan perjumpaan dengan Allah, tetapi hanya takut tidak dapat berjumpa dengan Allah karena berbagai kekurangan dan keteledorannya. Ia seperti orang yang memperlambat pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk mempersiapkan diri untuk menemuinya dalam keadaan yang diridhainya sehingga tidak dianggap membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu siap untuk menemuinya dan tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak demikian maka ia termasuk orang yang tenggelam ke dalam dunia.
Ketiga: Sedangkan orang yang ‘arif, ia selalu ingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini menganggap lambat datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk membebaskan diri dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera berpindah ke sisi Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ketika menghadapi kematian, ia berkata:
“Kekasih datang dalam kemiskinan, semoga tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari kekayaan, sakit lebih aku cintai dari kesehatan, dan kematian lebih aku cintai dari kehidupan, maka permudahlah kematian atas diriku agar segera dapat berjumpa dengan-Mu”
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan dari sikap tidak menyukai kematian sedangkan orang yang ‘arif dimaafkan dari tindakan mencintai dan mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih tinggi dari keduanya ialah orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya. Apa yang paling dicintai adalah apa yang paling dicintai kekasihnya. Orang ini melalui cinta dan wala’ yang mendalam berhasil mencapai maqam taslim dan ridha, yang merupakan puncak tujuan. Tetapi bagaimanapun, mengingat kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang yang tenggelam ke dalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk mengambil jarak dari dunia sebab dzikrul maut itu membuat dirinya kurang berselera kepada kehidupan dunia dan mengeruhkan kemurnian kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat manusia adalah termasuk sebab keselamatan. Rasulullah saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan, yaitu kematian.”
(HR Tirmidzi, Nasaa’I dan Ibnu Majah)
Artinya, kurangilah berbagai kelezatan dengan mengingat kematian sehingga kegandrungan kamu kepada berbagai kelezatanterputus lalu kamu berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat menghindarkan diri dari kampung tipudaya dan menggiatkan persiapan untuk kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mangakibatkan tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi saw:
تحفة المؤمن الموت
“Hadiah orang mu’min adalah kematian.” (HR Thabrani dan al-Hakim)
Nabi saw menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Nabi saw bersabda:
الموت كفارة لكل مسلم
“Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” (HR al-Baihaqi)
Yang dimaksudnya adalah orang muslim sejati yang orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, yang merealisasikan akhlaq orang-orang mu’min, tidak terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali beberapa dosa kecil, sebab kematian akan membersihkannya dari dosa-dosa kecil tersebut setelah ia menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan berbagai kewajiban. Sebagian kaum bijak bestari menulis surat kepada salah seorang kawannya:
“Wahai saudaraku hati-hatilah terhadap kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung di mana kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.”

Meteor itu Panah Api Pelempar Syaitan yang Mencuri Berita Langit?


Ada beberapa ayat Al-Quran yang menyebutkan tentang hujan meteor, berikut diantaranya,
1. Firman Allah,
وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ * وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ * إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ
“Sesungguhnya Aku telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Aku telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang(nya), ( ) Aku menjaganya dari setiap syaitan yang terkutuk, ( ) kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (QS. Al-Hijr: 16 – 18).
2. Firman Allah,
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ * وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ * لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ * دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ * إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ
“Sesungguhnya Aku telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka,syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, Akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang terang.” (QS. As-Shaffat: 6 – 10).
3. Firman Allah, yang menjelaskan kebiasaan jin mencuri berita dari langit
وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا * وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا
“Sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (QS. Al-Jin: 8 – 9)
4. Firman Allah menjelaskan fungsi bintang
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.(QS. Al-Mulk: 5)
Beberapa ayat di atas memberikan kesimpulan kepada kita bahwa hujan meteor atau bintang jatuh, yang kita saksikan sebagai fenomena langit itu, sejatinya adalah benda langit yang digunakan untuk melempar setan, yang mencoba mencuri berita dari langit. Keterangan yang singkat dari Al-Quran di atas, dijelaskan lebih detail dalam hadis.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Apabila Allah menetapkan suatu ketetapan di langit maka para malaikat mengepakkan sayap mereka karena tunduk terhadap firman-Nya, seperti layaknya suara rantai yang digesek di atas batu. Setelah rasa takut itu dicabut dari hati para malaikat, mereka bertanya-tanya: ‘Apa yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?’ Malaikat yang mendengar menjawab, ‘Dia berfirman yang benar. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.’ Bisikan malaikat ini didengar oleh jin pencuri berita. Pencuri berita modusnya dengan ‘pundi-pundian’ (jin yang bawah menjadi penopang bagi jin yang di atasnya, bertingkat terus ke atas). Jin yang paling atas mendengar ucapan malaikat, kemudian disampaikan ke jin bawahnya, dan seterusnya, hingga jin yang paling bawah menyampaikannya kepada tukang sihir atau dukun. Terkadang mereka mendapat panah api sebelum dia sampaikan kepada dukun, dan terkadang berhasil disampaikan sebelum terkena panah api. Kemudian dicampur dengan 100 kedustaan. (sehingga ada 1 yang benar). Orang mengatakan, bukankah pak dukun telah mengatakan demikian dan dia benar? Akhirnya sang dukun dibenarkan dengan satu kalimat yang benar yang dicuri dari langit. (HR. Bukhari 4800).
Dalam riwayat Ibnu Hibban, terdapat keterangan,
 “..terkadang dia terkena panah api sebelum menyampaikan kepada jin yang berada di bawahnya, dan terkadang tidak terkena panah api, sehingga berhasil dia sampaikan kepada jin di bawahnya.” (Shahih Ibn Hibban, no. 36).
Selain itu, dalam riwayat Ahmad disebutkan Sababul Wurud, mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hadis di atas. Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan,
 “Beberapa orang anshar dari kalangan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita kepadaku, bahwa mereka pernah duduk-duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam. Tiba-tiba ada bintang yang dilemparkan.. kemudian Ibnu Abbas menyebutkan hadis selengkapnya.” (HR. Ahmad 1883 dan dinyatakan shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Keterangan Ulama Tafsir terkait Hujan Meteor
Ketika menafsirkan surat Al-Mulk ayat 5, seorang ahli tafsir masa tabi’in, Qatadah
“Allah menciptakan bintang untuk 3 hal: Allah jadikan sebagai penghias langit, sebagai pelempar setan, dan sebagai tanda alam untuk petunjuk arah. Maka siapa yang menggali tentang bintang, selain 3 hal tersebut, dia keliru, menyia-nyiakan jatahnya, dan membebani diri dengan sesuatu yang sama sekali dia tidak memilikimodal ilmu tentangnya.” (HR. Bukhari dalam shahihnya secara muallaq, 4/107).
Yang beliau maksud dengan memahami selain 3 hal tersebut adalah menggunakan memahami bintang untuk astrologi (bukan astronomi), seperti zodiak atau ramalan bintang.
Sementara itu, As-Syaukani menafsirkan firman Allah (yang artinya), ‘Aku jadikan bintang itu sebagai pelempar setan’, beliau mengatakan,
 ‘Rajam (pelempar) secara bahasa artinya, melempar dengan batu.’ (Fathul Qadir, 3/179)

Bagaimana dengan Hujan Meteorit?

Ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan, sehingga bisa memahami lebih seksama.
Pertama, bahwa sesungguhnya Al-Quran bukanlah kitab astronomi, bukan pula kitab fisika. Karena itu, anda tidak akan menjumpai penjelasan tentang astronomi atau fisika secara panjang lebar dari Al-Quran. Sebaliknya, Al-Quran adalah firman Allah yang memberikan penjelasan dari sisi syariah, yang bisa jadi tidak dibahas dalam ruang lingkup fisika atau ilmu eksak lainnya. Yang dijelaskan oleh Al-Quran adalah masalah ghaib yang itu di luar jangkauan kajian manusia.
Sebagai orang yang beriman, ketika kita hendak memahami penjelasan syariat yang bisa jadi dianggap tidak masuk akal, sikap yang harus kita kedepankan adalah pasrah dan meyakininya. Bukan ‘ngeyel’ dengan mengingkari dan menolaknya. Karena sesuatu yang tidak masuk akal itu, di luar jangkauan kemampuan nalar manusia.
Ketika Allah memberitakan bahwa komet atau hujan meteor yang memancarkan cahaya itu adalah bintang yang Allah gunakan untuk melempar setan, maka sikap yang harus kita kedepankan adalah sami’na wa amannaa, kami dengar dan kami mengimaninya. Meskipun, dalam kajian astronomi atau ilmu falak, semacam ini tidak pernah dibahas.
Kedua, jika kita memahami keterangan ayat dan hadis, serta penjelasan ulama di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa sesungguhnya tidak ada pertentangan antara penjelasan syariah dengan kesimpulan ahli astronomi.
Persatuan Astronomi Internasional pada sidang umum IX tahun 1961 mendefinisikan hujan meteoroid sebagai berikut :
Sebuah benda padat yang berada/bergerak dalam ruang antarplanet, dengan ukuran lebih kecil daripada asteroid dan lebih besar daripada sebuah atom atau molekul.
Ketika memasuki atmosfer sebuah planet, meteoroid akan terpanaskan dan akan menguap sebagian atau seluruhnya. Gas-gas di sepanjang lintasannya akan terionisasi dan bercahaya. Jejak dari gas bercahaya ini disebut sebagai hujan meteor atau bintang jatuh. Jika sebagian meteoroid ini mencapai tanah, maka akan disebut sebagai meteorit.
Tidak berbeda dengan keterangan di atas. Bintang yang Allah gunakan untuk melempar setan itu, bisa jadi kemudian masuk ke atmosfer bumi atau bahkan mendarat di bumi dan menjadi meteorit. Dalam fatwa islam dinyatakan.
Bintang jatuh / hujan meteor yang dilemparkan dari langit, tidak menutup kemungkinan masuk ke atmosfer bumi, setelah digunakan untuk melempar dan merajam setan. Dan terkadang sampai turun di bumi, hingga menimbulkan tumbukan keras. Dan kejadian ini secara umum, sesuai dengan penjelasan syariat. (Fatwa Islam, no. 180866)
Ketiga, beberapa ayat di atas menerangkan bahwa tujuan bintang yang dilemparkan ke arah setan itu, sebagai bentuk penjagaan terhadap berita langit. Ini menunjukkan bahwa fenomena bintang jatuh terjadi secara terus menerus. Karena penjagaan langit, terjadi secara terus menerus. Mengingat, setan selalu berusaha untuk mencuri dengar berita takdir dari langit.
Keterangan ini tidak berbeda dengan realita di lapangan sebagaimana ketarangan ahli astronomi, bahwa hujan meteoroid itu terjadi kapanpun, tanpa batasan waktu yang jelas.
Ini semua memberikan kesimpulan, tidak ada pertentangan, antara penjelasan ilmiah syariah dengan keterangan menurut ahli astronomi tentang hujan meteor yang sampai ke bumi.

Fakta Keajaiban Dalam Tubuh Manusia


1.     Manusia kehilangan 45-60 helai rambut setiap hari, tetapi kerana manusia memiliki 125.000 helai rambut baru setiap hari kita sebagai manusia tidak menyadari hal tersebut.

2.     Otak manusia mempunyai 10 milyar sel saraf, yang mempunyai kemampuan merekam lebih dari 86 juta bite  (lebih kurang 11juta huruf) / perhari atau jika dikalkulasikan memori manusia selama hidupnya mencapai 100 triliun bite  (sekitar 12,5 triliun huruf) Amazing

3.     Sel darah merah di dalam manusia yang mempunyai masa hidup sekitar 4 bulan menempuh perjalanan sekitar 1.600 km di dalam tubuh kita selama masa hidupnya

4.     Rangkaian saraf otak manusia yang kini baru sebahagian dipetakan oleh ahli saraf, mempunyai daya kompleks 1400 kali lebih kompleks jika dibandingkan dengan rangkaian telepon saat ini


5.     Setiap inci persegi tubuh manusia dihuni rata-rata 32 juta bakteria sehingga bakteria yang ada di seluruh tubuh manusia mencapai 100 milyar bakteria atau 20 kali  berbanding dengan jumlah populasi manusia saat ini.


6.     Jantung setiap hari menghabiskan tenaga yang besarnya cukup untuk mengangkat beban seberat hampir 1 ton ke ketinggian 13 meter. Maka sebagai contoh, jantung manusia yang telah berumur 50 tahun telah melakukan kerja yang sama dengan mengangkat beban 18.000 ton ke ketinggian 230 km atau boleh dikatakan berat itu sendiri beberapa kali lebih berat berbanding muatan terberat yang pernah ditempatkan di orbit bumi, Subhanallah


7.     Pada saat anda berbaring tubuh anda menuntut agar anda menghirup udara sekitar 8 quart (1 quart = 0,9463 Liter) tiap menit. Jika anda bangun dari tidur (sit-up) = 16 quart, berjalan 24 quart, berlari 50 quart. Bayangkan berapa liter banyaknya oksigen yang telah kita hirup setiap hari, bagaimana jika seluruh penduduk dunia? Bagaimana jika dijual? Subhanallah


8.     Pada saat ini juga di otak anda setiap detiknya, kira-kira 100,000 reaksi kimia yang berlainan.


9.     Impuls saraf dari saraf ke saraf di dalam otak berkecepatan sampai 400km/jam


10.  Jika manusia melakukan aktivititas hubungan badan, setiap pasangan jika ditukar ke dalam tenaga elektrik dapat membangkitkan tenaga tidak kurang dari 3.000 watt yang cukup untuk menyalakan televisi, kulkas, Air Conditioner dan elektronik yang lain.


- sumber dari Buku Pintar karangan H.M. Iwan GayoSort

Jangan Jadi Orang Lemah Seperti Buih, Yang Ikuti manapun Gelombang Datang


Akidah yang kuat akan membantu seseorang untuk memiliki semangat yang produktif, etos kerja yang tinggi, tabah dalam menghadapi cobaan berat, dan tegar dalam menatap berbagai bahaya  mengancam. Bahkan akidah yang kuat merupakansebuah kemudi yang mampu membangkitkan keberanian seseorang untuk mati syahid sekalipun dia tidak sempat bertemu dengan kekasih yang ia rindukan.
Demikianlah karakteristik keimanan apabila telah merasuk dan tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Keimanan akan memberikan kekuatan luar biasa kepada pemiliknya dalam semua tingkah laku. Kalau dia berbicara, maka dia akan yakin dengan apa yang dia ucapkan. Apabila dia berkarya, maka dia mantap dengan apa yang ia perbuat. Kalau dia melangkah, maka akan mengayunkan kakinya kea rah yang jelas. Dia akan selalu merasa tenang karena kejernihan pikiran yang memenuhi  akal pikirannya dan rasa kasih sayang yang lebih mendominasi ruang hatinya. Dia akan sangat jarang merasa ragu ragu dan bimbang. Dia juga tidak akan mudah dihempas badai kencang sekalipun.
Allah SWT berfirman :
“Katakanlah, “ Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya akau akan bekrja pula, maka kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azhab yang kekal.” (QS Az Zumar 39-40)
Demikianlah ruh yang selalu menatap ke depan dalam menjalankan aktifitasnya. Kepercayaan diri itulah yang mampu melihat bahwa sesuatu yang akan dilakukan merupakan sesuatu yang benar. Sikap seperti inilah yang membuatnya menjelma sebagai seseorang yang kokoh. Dia akan menjalin hubungan dengan sesame melalui mata hatinya. Ketika dia melihat masyarakat melakukan sebuah kebenaran, maka dia akan bergegas untuk menolong mereka. Namun ketika dia melihat mereka melakukan sebuah kesalahan, maka dia segera menarik dirinya untuk tidak ikut terlibat dalam kesalahan yang mereka perbuat.
Rasulullah SAW mengatakan,” Janganlah salah seorang dari kalian menjadi pembeo! Dia akan berkata,”aku akan selalu bersama dengan orang orang, jika mereka berbuat baik, maka akupun akan berbuat baik. Namun jika mereka berbuat jelek, maka aku pun akan berbuat jelek. Akan tetapi teguhkanlah pendirian kalian! Jika orang orang berbuat baik, maka hendaklah kalian berbuat baik. Sedangkan kalau mereka berbuat buruk, maka hendaklah kalian menghindari perbuatan buruk mereka.” HR At Tirmidzi
Orang yang lemah adalah orang yang diperbudak oleh tradisi yang berlaku di daerahnya. Dia mendasarkan perbuatannya pada parameter tradisi, bukan pada aturan syariat Islam. Bayangkan saja kalau tradisi tersebut merupakan tradisi yang salah, maka dia akan merasakan kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat.
Sebenarnya banyak sekali orang orang yang mempratekkan tindakkan yang tidak sesuai dengan syariat ketika mereka bahagia atau sengsara. Mereka lebih berpegang kuat pada tradisi yang keliru daripada berpedoman pada ajaran agama.
Berbeda dengan seorang mukmin yang benar, dia tidak akan pernah berpegang pada aturan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Allah. Mungkin dengan menentang tradisi yang berkembang di masyarakat , dia akan menjumpai berbagai macam rintangan berat. Namun seorang muslim tidak seharusnya takut akan cemoohan orang penghina. Hendaklah ia tetap melaksanakan tekadnya tanpa peduli pada pedasnya kritikan dan cacian mulut yang tidak bertanggung jawab.

– Syeikh Muhammad Al Ghazali-
Akidah yang kuat akan membantu seseorang untuk memiliki semangat yang produktif, etos kerja yang tinggi, tabah dalam menghadapi cobaan berat, dan tegar dalam menatap berbagai bahaya  mengancam. Bahkan akidah yang kuat merupakansebuah kemudi yang mampu membangkitkan keberanian seseorang untuk mati syahid sekalipun dia tidak sempat bertemu dengan kekasih yang ia rindukan.
Demikianlah karakteristik keimanan apabila telah merasuk dan tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Keimanan akan memberikan kekuatan luar biasa kepada pemiliknya dalam semua tingkah laku. Kalau dia berbicara, maka dia akan yakin dengan apa yang dia ucapkan. Apabila dia berkarya, maka dia mantap dengan apa yang ia perbuat. Kalau dia melangkah, maka akan mengayunkan kakinya kea rah yang jelas. Dia akan selalu merasa tenang karena kejernihan pikiran yang memenuhi  akal pikirannya dan rasa kasih sayang yang lebih mendominasi ruang hatinya. Dia akan sangat jarang merasa ragu ragu dan bimbang. Dia juga tidak akan mudah dihempas badai kencang sekalipun.
Allah SWT berfirman :
“Katakanlah, “ Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya akau akan bekrja pula, maka kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azhab yang kekal.” (QS Az Zumar 39-40)
Demikianlah ruh yang selalu menatap ke depan dalam menjalankan aktifitasnya. Kepercayaan diri itulah yang mampu melihat bahwa sesuatu yang akan dilakukan merupakan sesuatu yang benar. Sikap seperti inilah yang membuatnya menjelma sebagai seseorang yang kokoh. Dia akan menjalin hubungan dengan sesame melalui mata hatinya. Ketika dia melihat masyarakat melakukan sebuah kebenaran, maka dia akan bergegas untuk menolong mereka. Namun ketika dia melihat mereka melakukan sebuah kesalahan, maka dia segera menarik dirinya untuk tidak ikut terlibat dalam kesalahan yang mereka perbuat.
Rasulullah SAW mengatakan,” Janganlah salah seorang dari kalian menjadi pembeo! Dia akan berkata,”aku akan selalu bersama dengan orang orang, jika mereka berbuat baik, maka akupun akan berbuat baik. Namun jika mereka berbuat jelek, maka aku pun akan berbuat jelek. Akan tetapi teguhkanlah pendirian kalian! Jika orang orang berbuat baik, maka hendaklah kalian berbuat baik. Sedangkan kalau mereka berbuat buruk, maka hendaklah kalian menghindari perbuatan buruk mereka.” HR At Tirmidzi
Orang yang lemah adalah orang yang diperbudak oleh tradisi yang berlaku di daerahnya. Dia mendasarkan perbuatannya pada parameter tradisi, bukan pada aturan syariat Islam. Bayangkan saja kalau tradisi tersebut merupakan tradisi yang salah, maka dia akan merasakan kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat.
Sebenarnya banyak sekali orang orang yang mempratekkan tindakkan yang tidak sesuai dengan syariat ketika mereka bahagia atau sengsara. Mereka lebih berpegang kuat pada tradisi yang keliru daripada berpedoman pada ajaran agama.
Berbeda dengan seorang mukmin yang benar, dia tidak akan pernah berpegang pada aturan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Allah. Mungkin dengan menentang tradisi yang berkembang di masyarakat , dia akan menjumpai berbagai macam rintangan berat. Namun seorang muslim tidak seharusnya takut akan cemoohan orang penghina. Hendaklah ia tetap melaksanakan tekadnya tanpa peduli pada pedasnya kritikan dan cacian mulut yang tidak bertanggung jawab.

– Syeikh Muhammad Al Ghazali-